LazadaID
Tampilkan postingan dengan label Cerita. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerita. Tampilkan semua postingan

Membeli Gaya Hidup

Setiap masyarakat memiliki strata-strata sosial. Strata atau kelas ini referensinya berbeda-beda. Ada yang berdasarkan keturunan raja atau darah biru. Mereka yang terlahir dengan darah biru akan diposisikan pada strata sosial tinggi. Dalam masyarakat Jawa ada keluarga yang mengawetkan strata ini dengan mencantumkan gelar Raden atau yang lebih tinggi lagi, yang menunjukkan bahwa dia keturunan Keraton.

Di lingkungan masyarakat Hindu strata ini berdasarkan faham dan keyakinan tentang kasta, misalnya kasta Brahma, terjaga secara turun-temurun. Tak ketinggalan juga di lingkungan pesantren, anak kyai sering dipanggil Gus, menunjukkan bahwa dia masih keturunan darah biru, yang mesti dicintai dan dihormati oleh kalangan santri dan masyarakat.

Dengan kemajuan dunia pendidikan, strata sosial yang belandaskan referensi primordial, yaitu keunggulan hanya berdasarkan kelahiran dan keturunan, mulai tergeser oleh keunggulan prestasi akademis-keilmuan yang kemudian diabadikan dengan titel kesarjanaan. Kalau dulu orang bangga dengan titel Raden yang disingkat Rd, maka sekarang tersaingi oleh titel kampus Doktor dengan singkatan Dr.

Di kalangan militer strata ini sangat dijaga dan untuk mendaki ke strata yang lebih tinggi perlu perjuangan berat, sebagaimana untuk meraih Doktor atau Profesor. Di birokrasi pun demikian, strata sosial-birokrasi ini sangat besar pengaruhnya karena memiliki efek kekuasaan dan ekonomi. Hanya saja masa berlakunya tidak melekat permanent, sebatas legalitas yang sah.

Cerita-cerita di atas hanya ingin menekankan satu hal bahwa setiap komunitas selalu melahirkan format pyramidal, dengan referensi dan rasionalitas yang beraneka ragam. Orang boleh saja memperjuangkan ideologi masyarakat tanpa kelas, semua sama kedudukannya di depan hukum dan Tuhan, namun strata dan hirarki sosial selalu saja ada.

Strata Sosial dan Gaya Hidup
Dalam sebuah obrolan ringan seorang ibu dari kelas menengah dalam katagori ekonomi bercerita, sekarang ini banyak ibu-ibu yag ingin dirinya naik ke strata sosial atas atau setidaknya agar dipandang sebagai bagian dari komunitas strata atas. Lalu apa yang mereka lakukan? Menurutnya, mereka membeli “tangga naik” yang dapat dijadikan pijakan ke atas berupa barang-barang bermerek dengan harga yang mahal. Dengan menggunakan asesoris berkelas dunia, seseorang lalu merasa sudah menjadi bagian dari strata atas. Maka apa yang dipakai sejak dari tas, baju, sepatu, jam tangan, mobil dan asesoris lain selalu yang mahal dan berkelas.

Celakanya, uang itu didapat tidak selalu dengan cara halal, melainkan diambil dari hak orang lain dengan jalan korupsi. Ketika seseorang sudah merasa di strata pelataran atas yang memerlukan biaya mahal, posisinya ibarat seseorang yang pergi ke sebuah mal besar. Untuk menuju ke sana perjuangan ke sana sekadar bersabar mengatasi jalan macet. Tetapi begitu seseorang telah masuk mal besar yang menawarkan dagangan sangat beragam dengan harga puluhan dan ratusan juta, tiba-tiba seseorang menjadi miskin.

Berapa pun kekayaan seseorang akan selalu merasa kurang untuk berbelanja barang-barang yang sesungguhnya bukan masuk katagori kebutuhan dasar, melainkan hanya membeli gaya hidup. Mereka yang terjebak ke domain ini tidak sadar bahwa dengan menggunakan barang-barang mahal seakan dirinya menjadi ikut naik kualitas pribadi dan hidupnya. Padahal yang berharga itu asesorisnya, bukan diri pribadinya. Orang semacam ini mesti diingatkan dan dikasihani. Mereka terkena krisis kepercayaan diri dan kepribadian.

Coba saja amati apa yang terjadi dalam masyarakat kita sebagaimana yang diberitakan oleh media massa. Berbagai skandal korupsi dan kasus-kasus keluarga yang berantakan semuanya berakar ketika seseorang terjebak untuk membeli gaya hidup agar dirinya dipandang sebagai bagian dari strata sosial atas. Padahal, sejak dari tradisi di desa, sekolah dan perguruan tinggi, harga diri seseorang itu karena ilmunya, pribadinya dan kontribusinya pada masyarakat banyak, bukan pada gaya hidupnya yang menjadikan materi dan pangkat sebagai topeng pemanis diri dan pendongkrak status sosialnya.

Ternyata naiknya seseorang dalam hal jabatan dan kekayaan tidak selalu dibarengi dengan semakin dewasanya dalam memaknai, menjalani dan menghayati kehidupan agar semakin otentik.

Ketika Rekan Kerja Berperilaku Seperti BOS

 “Akar Permasalahan Dari Sikap Karyawan Biasa Yang Suka Memboskan Dirinya Sendiri Di Tempat Kerja, Adalah Tidak Berjalannya Etika Kerja Dan Sistem Kerja, Dalam Kepemimpinan Yang Mematuhkan Semua Orang Untuk Taat Struktur Organisasi.” – Djajendra

Kehidupan di tempat kerja selalu unik dengan perilaku kerja individu yang sangat tidak mudah untuk dipahami, dan kadang-kadang menciptakan kisah-kisah yang kurang etis yang terkesan sangat lucu. Sistem dan manajemen yang berkualitas untuk mengontrol dan mengelola orang-orang di tempat kerja, agar selalu patuh kepada etika dan tata kelola perusahaan yang sehat, adalah hal yang wajib dijalankan oleh kepemimpinan di perusahaan.

Beberapa waktu yang lalu saya mendengarkan keluhan dari seorang karyawan, yang merasa rekan kerjanya sudah sangat keterlaluan dengan sikap dan perilaku yang kurang etis. Menurut karyawan yang curhat ini, perilaku kerja dari rekan kerjanya ini melebihi bos, dan suka mengatur-ngatur pekerjaan dari karyawan lain. Padahal, dia tidak memiliki kewenangan untuk itu, tapi perilaku dirinya yang selalu mendominasi teman-teman sesama karyawan membuat dirinya selalu tampil seperti bos.

Akar permasalahan dari sikap karyawan biasa yang suka memboskan dirinya sendiri di tempat kerja, adalah tidak berjalannya etika kerja dan sistem kerja, dalam kepemimpinan yang mematuhkan semua orang untuk taat struktur organisasi. Bila saja perusahaan bersama keunggulan manajemen, kepemimpinan, dan sistem kerja yang profesional dapat menegakkan integritas setiap orang di tempat kerja, untuk menjalankan etika kerja secara adil, terbuka, dan penuh tanggung jawab; maka semua keluhan dan curhat dari karyawan tersebut tidak akan pernah terjadi.

Bahaya dari sikap karyawan yang suka memboskan dirinya di tempat kerja adalah akan menciptakan konflik batin dan kemarahan di dalam hati karyawan lain, sehingga karyawan-karyawan lain yang merasa tidak suka dengan perilaku dari rekannya yang memboskan diri itu, berpotensi kehilangan kualitas etos kerja dan kinerja. Bila hal ini terjadi, maka perusahaan akan mengalami kerugian atas turunnya motivasi kerja karyawan oleh ketidakharmonisan hubungan kerja.

Kepemimpinan dan sistem kerja di perusahaan harus memiliki kemampuan, untuk mengawasi dan menormalkan kembali perilaku dominan, dari karyawan-karyawan yang suka ngeboskan dirinya terhadap rekan-rekan selevelnya. Bila perilaku-perilaku dominan yang kurang etis dibiarkan ataupun dimanfaatkan untuk kepentingan sesaat kepemimpinan dan manajemen, maka hasilnya akan menciptakan lingkungan kerja yang penuh konflik batin dalam ketidakcerdasan emosional kerja karyawan.

Perusahaan yang cerdas pasti akan melatih dan mengarahkan semua karyawannya, untuk bekerja dalam kolaborasi dan sinergi yang harmonis, di bawah kepemimpinan yang tegas dan cerdas dalam mengkoordinasikan semua kekuatan dan keunggulan sumber daya perusahaan, buat kesuksesan pencapaian tujuan dan visi perusahaan.

Membiarkan perilaku karyawan yang terlalu dominan untuk mengendalikan pekerjaan dari karyawan lain yang satu level, hanya berpotensi untuk menimbulkan stres tambahan dalam ketegangan hubungan di tempat kerja. Termasuk, sangat berpotensi untuk menurunkan semangat kerja, mengurangi produktifitas kerja, mengurangi efektifitas kerja, dan meningkatkan keluar-masuk atau perputaran karyawan di tempat kerja. 

Biarkan Mutiara Kebaikan itu Terus Tersimpan di Lubuk Hati

Cobalah hilangkan gundahan hati untuk semua kebaikan yang kita lakukan dan berikan kepada orang, meski sekuat tenaga benih kebaikan yang sudah kita taburkan untuk orang lain tetapi orang lain tetap tak bergeming, mengabaikan dan tidak memberikan apreasi meski sekian lama kebaikan kita telah torehkan, curiga, bahkan menyudutkan dengan tuduhan bahwa seolah mereka mencium  aroma kebusukan di balik semua tindakan yang kita lakukan, ibarat air susu dibalas dengan air tuba.
Risau dan gundah, buanglah jauh-jauh perasaan demikian. Bisa jadi mungkin orang tidak  memahami dengan pasti kebaikan yang kita berikan, atau kemampuan atau sumber daya menerima untuk menerima kebaikan kita terbatas, atau bisa jadi memang itu memang sebuah ujian untuk kita hadapi dalam menaiki anak tangga ketulusan dan keikhlasan.
Banyaknya pujian jangan sampai membuat kita terbuai, atau sebaliknya janganlah pula kita berlama-lama dengan kecewaan yang mendera akibat penerimaan orang lain tidak seperti yang kita harapkan. Karena memang kita tak pernah mengukur sebuah ketulusan dan pamrih. Dan tentunya  mendengar pujian adalah sebentuk pamrih juga yang semestinya tak diperlukan dalam sebuah ketulusan.
Jelas bukan, putuskan ikatan kekecewaan dari hati kita oleh cibiran dan hinaan orang lain yang terus mengganggu niat baik yang keluar dari lubuk hati yang tulus. Biarkan hati kita mengalir butiran air kebaikan dalam keluasan samudera hati.
Berbuat baiklah terus seakan-akan kita tak menyadari sedang melakukan kebaikan. Semestinya memang kita tak perlu merasa baik,karena di saat kita merasakannya, kebaikan itu mengambil jarak dari kita. Ia menjadi sesuatu yang lain dari diri kita. Semestinya kebaikan menyatu dalam diri kita.
Ingatlah, di saat mengasah sebuah pisau, takkan kita dapati ia menjadi tajam, hingga kita berhenti untuk merasakan ketajamannya.Di saat kita melakukan kebaikan, kita tak perlu berusaha untuk menyadarinya. Biarkan kebaikan mengalir begitu saja, karena hanya bila kita berhenti sajalah kita baru bisa merasakannya.
Dan di saat berhenti, kebaikan itu bukan lagi milik kita. Di saat kita berusaha merasakannya, kebaikan itu sudah menjadi milik pisau.Biarkan orang lain memperlakukan kita dengan sikap atau cara apapun yang mungkin dapat saja begitu menyakitkan hati, menggoreskan Luka hati, bahkan membuat kita sedih biarkan kebaikan kita dihempaskan sedemikian rupa, karena memang mutiara tetaplah mutiara meski terletak di dasar lumpur pekat sekalipun.
Jadi, , tak ada alasan kita menjadikan hati nelangsa dan gundah gulana. Yang pasti dunia kita tidak akan segera berakhir hanya karena orang lain tak menyukai keberadaan dan segala kebaikan yang kita lakukan, bukan! Dan buatlah semua kebaikan karena Tuhan semata dan bukan karena manusia, dengan begitu hati kita menjadi jauh lebih damai dan ikhlas. (Terima kasih ya Allah atas segala anugerah dan  karunia MU memberikan sahabat-sahabat yang baik dan tulus yang saat ini masih aku miliki  by Mohamad ”BEAR” Yunus)
Have a positive day!

Bidadari Surga

Bidadari Surga

Namanya "Aini". begitu ummi biasa memanggilnya. Salah satu "adik " terbaik yang pernah ummi miliki, yang pernah ummi temui dan alhamdulillah Allah pertemukan ummi dengannya.
Seharusnya 28 Januari lalu genap ia menginjak usia 37 tahun. Beberapa tahun bersamanya , banyak contoh yang bisa ummi ambil darinya. Kedewasaan sikap, keshabaran, keistiqomahan, dan pengabdian yang luar biasa meretas jalan da'wah ini. Seorang muharrik da'wah yang tangguh dan tak pernah menyerah. Sosok yang tidak pernah mengeluh, tidak pernah putus asa dan memiliki khusnuzon yang teramat tinggi kepada Allah. Dan dia adalah salah satu amanah ummi terberat, ketika memang harusnya ia sudah memasuki sebuah jenjang pernikahan.
Ketika beberapa akhw! at lain yang lebih muda usianya melenggang dengan mudahnya menuju jenjang tersebut, maka 'Aini Allah taqdirkan harus terus meretas keshabaran. Beberapa kali ummi berikhtiar membantunya menemukan ikhwan shalih, tetapi ketika sudah memulai setengah perjalanan proses..Allah pun berkehendak lain. Namun begitu, tidak pernah ada protes yang keluar dari lisannya, tidak juga ada keluh kesah, atau bahkan mempertanyakan kenapa sang ikhwan begitu " lemahnya " hingga tidak mampu menerjang berbagai penghalang ? Atau ketika masalah fisik, suku , serta terlebih usia yang selalu menjadi kendala utama seorang ikhwan mengundurkan diri , 'Aini pun tidak pernah mempertanyakan atau memprotes " kenapa ikhwan sekarang seperti ini ?
Tidak ada gurat sesal, kecewa, atau sedih pada raut muka ataupun tutur katanya . Kepasrahan dan keyakinan terhadap kehendak Allah begitu indah terlukis dalam dirinya.
Hingga, akhirnya seorang ikhwan shalih yang dengan kebaikan akhlak serta ilmunya, datang! dan berkenan untuk menjadikannya seorang pendamping. Tidak ada luapan euphoria kebahagiaan yang ia tampakkan selain ucapan singkat yang penuh makna " Alhamdulillah. .jazakillah ummi sudah membantu...mohon do'a agar diridhai Allah "
Alhamdulillah , Allah mudahkan proses ta'arauf serta khitbah mereka, tanpa ada kendala apapun seperti yang pernah terjadi sebelumnya. Padahal ikhwan shalih yang Allah pilihkan tersebut berusia 10 tahun lebih muda dari usianya.
Berkomitmen pada sunnah Rasulullah untuk menyegerakan sebuah pernikahan, maka rencana akad pun direncanakan 1 bulan kemudian, bertepatan dengan selesainya adik sang ikhwan menyelesaikan studi di negeri Mesir.
Namun , Allah lah Maha Sebaik-baik Pembuat keputusan..
2 minggu menjelang hari pernikahan, sebuah kabar duka pun datang. Usai 'Aini mengisi sebuah ta'lim , motor yang dikendarainya terserempet sebuah mobil, dan menabrak kontainer didepannya. 'Aini shalihah pun harus meregang nyawa di ruang ICU. 2 hari setelah peristiwa itu, Rumah sakit yang menanganinya pun me! nyatakan menyerah. Tidak sanggup berbuat banyak karena kondisinya yang begitu parah.
Hanya iringan dzikir disela-sela isak tangis kami yang berada disana. Semua keluarga 'Aini juga sang ikhwan pun sudah berkumpul. Mencoba menata hati bersama untuk pasrah dan bersiap menerima apapun ketentuanNya. Kami hanya terus berdo'a agar Allah berikan yang terbaik dan terindah untuknya. Hingga sesaat, Allah mengijinkan 'Aini tersadar dan menggerakkan jemarinya. Rabb..sebait harapan pun kembali kami rajut agar Allah berkenan memberikan kesembuhan, walau harapan itu terus menipis seiring kondisinya yang semakin melemah. Hingga kemudian sang ikhwan pun mengajukan sebuah permintaan kepada keluarga 'Aini.
" Ijinkan saya untuk membantunya menggenapkan setengah Dien ini. Jika Allah berkehendak memanggilnya, maka ia datang menghadap Allah dalam keadaan sudah melaksanakan sunnah Rasulullah.. ."
Permintaan yang membuat kami semua tertegun. Yakinkah dia dengan keputusannya ?

Dalam kedaaan demikian , akhirnya 2 keluarga besar itupun sepaka t memenuhi permintaan sang ikhwan.

Sang bunda pun membisikkan rencana tersebut di telinga 'Aini. Dan baru kali itulah ummi melihat aliran airmata mengalir dari sepasang mata jernihnya.
Tepat pukul 16.00, dihadiri seorang penghulu,orangtua dari 2 pihak, serta beberapa sahabat dan dokter serta perawat...pernikaha n yang penuh tangis duka itupun dilaksanakan. Tidak seperti pernikahan lazimnya yang diiringi tangis kebahagiaan, maka pernikahan tersebut penuh dengan rasa yang sangat sulit terlukiskan. Khidmat, sepi namun penuh isakan tangis kesedihan.
Tepat setelah ijab kabul terucap...sang ikhwan pun mencium kening 'Aini serta membacakan do'a diatas kain perban putih yang sudah berganti warna menjadi merah penuh darah yang menutupi hampir seluruh kepala A'ini. Lirih, kami pun masih mendengar 'Aini berucap, " Tolong Ikhlaskan saya....."
Hanya 5 menit. Ya..hanya 5 menit setelah ijab kabul itu. Tangisanpun memecah ruangan yang tadinya senyap menahan sesak! dan airmata. Akhirnya Allah menjemputnya dalam keadaan tenang dan senyum indah.
Dia telah menjemput seorang bidadari...
Sungguh indah karunia dan janji yang telah Allah berikan padanya...
Dia memang hanya pantas untuk para mujahidNya di Jannah al firdausi....
Dan sang ikhwan pun melepas dengan penuh sukacita dengan iringan tetes airmata yang tidak kuasa ditahannya.. .
" ..Saya telah menikahi seorang bidadari.. nikmat mana lagi yang saya dustakan..."
Begitulah sang ikhwan shalih mengutip ayat Ar RahmanNya...
Ya Rabb..Engkau sebaik-baik pembuat skenario kehidupan hambaMu..Maka jadikanlah kami senantiasa dapat memngambil hikmah dari setiap episode kehidupan yang Engkau berikan...
Selamat jalan adikku sayang ...engkau memang bidadari surga yang Allah tidak berkenan seorang ikhwan pun didunia ini yang bisa mendampingi kehidupanmu kecuali para ikhwan shalih yang berkhidmat di jalan da'wah dengan ikhlas, tawadhu dan siap ber! jihad dijalanNya dan kelak menutup mata sebagai seorang syuhada...."


Selamat jalan 'Aini..semoga Allah memberimu tempat terindah di surgaNya....

( bait kenangan terakhir bersamamu; ummi tidak bisa menulis seindah tulisan2mu, tapi yakinlah ummi mengiringimu dengan indahnya do'a ...semoga Allah kumpulkan kita kelak didalam surgaNya...amiin)
>>>bila ada kebaikan silahkan share k tmn2...

Aku menangis untuk adikku 6 kali

Aku menangis untuk adikku 6 kali

"Aku menangis untuk adikku 6 kali) Bacalah dengan seksama dan renungkanlah"
Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku.
Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis disekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya. "Siapa yang mencuri uang itu?", beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi beliau mengatakan, "Baiklah, kalau begitu,kalian berdua layak dipukul!" Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi.
Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, "Ayah, aku yang melakukannya!" Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai beliau kehabisan nafas. Sesudahnya, beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi,"Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yangakan kamu lakukan di masa mendatang? ... Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!"
Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetespun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, "Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi."
Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.
Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk kesebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman,menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya memberengut, "Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik...hasil yang begitu baik..." Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, "Apa gunanya?
Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?"
Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, "Ayah,saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku." Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya. "Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!"
Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, "Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinanini."
Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas.
Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: "Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang." Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang.
Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20. Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas).
Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, "Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana!" Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, "Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?" Dia menjawab, tersenyum, "Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu?"
Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, "Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu..." Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, "Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu." Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.
Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku."Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!" Tetapi katanya, sambil tersenyum, "Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu.."Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku.


Aku mengoleskan sedikit salep pada lukanya dan mebalut lukanya. "Apakah itu sakit?" Aku menanyakannya. "Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan..." Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya,dan air mata mengalir deras turun ke wajahku.Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapimereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga,mengatakan,"Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini."
Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi.
Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu,"Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?"
Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. "Pikirkan kakak ipar--ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?" Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah: "Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!"Mengapa membicarakan masa lalu?" Adikku menggenggam tanganku.Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.
Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, "Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?" Tanpa berpikir ia menjawab, "Kakakku." Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat.
"Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya."
Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku.
Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, "Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku." Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai

Berkaca dan Berlajar dari Jepang


Jepang. Negara ini memang mengagumkan. Sebutlah namanya, maka orang yang mendengar akan mengidentikkan dengan deretan kalimat kekaguman. Yang paling menonjol dari Jepang, adalah etos kerjanya. Mereka gigih dan tekun. Namun, tahukan Anda bahwa dulu jepang adalah negara tertutup?

Kemajuan Jepang dimulai setelah berakhirnya zaman Edo, tepatnya setelah Kaisar Meiji naik tahta dan melakukan penataan ulang. Gebrakan ini selanjutnya dikenal dengan sebutan restorasi Meiji atau modernisasi Jepang di bawah kaisar Meiji (1866-1869).


Sebelum era ini, Jepang tak lebih dari sebuah negara ultra tradisional, feodal dan sangat tertutup. Mereka sangat anti-asing, karena itulah mereka menutup diri. Hal ini dilakukan, karena Jepang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai leluhur.

Di zaman itu, Jepang di bawah kendali kaum samurai, istilah untuk perwira militer kelas elit dari kalangan bangsawan. Karena itu, Samurai haruslah sopan dan terpelajar.

Kata "samurai" sendiri berasal dari kata kerja "samorau" asal bahasa Jepang kuno, lalu berubah menjadi "saburau" yang berarti "melayani", dan akhirnya menjadi "samurai" yang bekerja sebagai pelayan bagi sang majikan.

Ciri khas samurai ini, selalu membawa pedang di pinggang. Kadang lebih dari satu. Pedang ini disebut katana. Sementara itu, para samurai yang tidak terikat dengan klan atau bekerja untuk
majikan disebut "ronin". Sedangkan samurai yang bertugas di wilayah han disebut hanshi.

Adapun pemimpin atau jendral para samurai ini disebut shogun. Pemerintahannya disebut keshogunan. Yang paling terkenal adalah Keshogunan Tokugawa, Keshogunan Edo, keshogunan Kamakura.

Hingga akhirnya Meiji naik tahta pada akhir abad 19 dan memulai restorasi, perlahan tapi pasti samurai dihapuskan sebagai kelas berbeda dan digantikan dengan tentara nasional menyerupai negara Barat. Meiji malah memerintahkan, mengganti katana dengan pena.

Dorongan modernisasi Jepang ini bermula ketika angkatan laut Amerika dengan armada Pasifiknya di bawah pimpinan Laksamana Perry (1853), datang ke negera tersebut seraya meminta agar Jepang membuka diri kepada pihak asing, misalnya berdagang dan membolehkan kapal merapat di pelabuhannya.

Kedatangan Perry membuat mata bangsa Jepang terbuka terhadap kekuatan lain di luar mereka. Semangat Bushido para samurai dengan pedang-pedangnya, tertantang untuk mempu melawan kekuatan Amerika, orang kulit putih, orang Barat.

Sejak saat itu mereka mulai berpikir, setidaknya sama dengan orang-orang asing itu. Maka, dimulailah proses reformasi dengan pendidikan sebagai mata tombak. Pendidikan menjadi hak dan kewajiban semua warga.

Tetapi reformasi itu yang disebut restorasi, sejak itu restorasi Jepang itu disebut dengan Restorasi Meiji yang juga ditandai sebagai era masuknya Jepang ke zaman industri.

Sebuah catatan menulis, Restorasi Jepang itu berjalan sangat cepat dan efisien tahun 1853.

Menjelang akhir abad ke 19 Jepang sudah berhasil menjadi kekuatan militer dengan angkatan laut yang sangat tangguh sehingga dapat mengalahkan secara mutlak armada raksasa Rusia di Selat Tsushima, menyapu bersih kepulauan Sachalin, mengambil Korea dan Semenanjung Liau-Tung dari Rusia, serta Port Arthur dan Dairen (Wells, 1951).

Namun, restorasi Meiji ini bukannya tak memakan korban. Banyak terjadi penentangan yang berakhir perang. Namun perlawanan ini berhasil dihancurkan.

Apa kata Meiji setelah penentangnya ini ditumpas? "Saat ini kita sudah berhasil membuat kereta api, mobil, baju barat, tapi kita tak boleh lupa pada akar budaya." Pesan Kaisar Meiji ini, terus melakat hingga kini.

Lalu, apa dan mengapa Jepang bisa cepat berkambang seperti itu? Ada konsep pemikiran yang mereka anut selama ini, yaitu "Kaizen" yang berarti, ambil yang baik, buang yang buruk, ciptakan produk baru.

Konsep inilah yang dipakai mereka untuk menciptakan sesuatu yang baru, sesuatu karya kreatif, bukan menjiplak mentah-mentah.

Misalkan saja lihat saja bagaimana mobil-mobil buatan Jepang, performanya dibuat berdasar berfalsafah ambil yang baik, buang yang buruk, ciptakan produk baru tadi.

Misal mobil-mobil di Barat selalu berbadan besar, boros, dan mahal. namun bagi Jepang diubah menjadi berbadan ringan, irit dan murah. Hasilnya, mobil-mobil Jepang kini merajai industri otomotif dunia.

Hal yang lebih menakjubkan, saat Shinkansen, perusahaan transportasi Jepang, pada 1 Oktober 1964 berhasil membuat kereta api cepat (bullet train).

Ini adalah sebuah langkah maju yang diciptakan hanya dalam jangka waktu 19 tahun, setelah Jepang diluluh-lantakkan oleh bom atom! Ide bullet train ini tercipta, setelah Jepang memanfaatkan penemuan magnet di Amerika, sebagai bantalan relnya. Luar biasa.

Selain menerapkan falsafah Kaizen, pada dasarnya kepribadian Jepang sangat dipengaruhi oleh semangat "bushido" yang sangat asketik, berdisiplin tinggi, dan menjunjung tinggi kode etik dan tata krama dalam kehidupan. Kesemuanya itu terus berlanjut sewaktu proses restorasi itu berjalan hingga kini.

Apa bushido itu?

Kata bushido berasal dari kata "bushi" (prajurit/kesatria) dan "dou" (jalan). Bushido yang dapat diartikan sebagai "jalan hidup seorang prajurit atau kesatria" ini, mempunyai 7 kode etik (semboyan) yaitu;

Gi (rectitude/benar)
Yu (courage/berani)
Jin (benevolence/berbuat baik)
Rei (respect/hormat)
Makoto atau Shin (honesty/jujur)
Meiyo (honor, glory/kehormatan dan kejayaan)
Chuugi (loyalty/setia)

Semangat inilah (bandingkan dengan 99 nama Allah) yang mereka pakai dalam melakukan pekerjaan. Sekadar diketahui, kerja bagi orang Jepang adalah segalanya.

Apabila mereka telah bekerja di satu perusahaan, mereka akan bekerja dengan rajin dan penuh semangat, karena bagi mereka, pekerjaan itu adalah Ten Shoku, sebuah pekerjaan yang telah diberikan Tuhan kepadanya, sehingga harus dikerjakan dengan baik dan bersemangat.

Selain itu, diantara mereka ada juga pandangan shigoto = seimei yaitu kerja = hidup. Konsep kerja seumur hidup ini mulai berkembang bersamaan dengan diperkenalkannya konsep bushido dan samurai pada masa feodal di era Tokugawa Shogunate (abad 11-14).

Sejarahnya begini, pada konsep bushido, seorang bushi atau samurai diharuskan mengabdi kepada majikan (penguasa pada masa itu) hingga titik darah penghabisan dengan bersandar pada kebenaran yang diyakininya, karena mengabdi (diartikan kerja) adalah merupakan jalan hidup mereka.

Setelah berakhir Edo-jidai dan menginjak Meiji-jidai (era modern), kasta bushi dihapuskan, namun konsep bushido tetap digunakan secara luas tidak hanya dibidang keprajuritan dan pemerintahan, tetapi juga digunakan untuk mengembangkan bidang perekonomian, ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya.

Nah, dari konsep itulah bagi orang Jepang, hidup = kerja, kerja = hidup!
Menariknya, orang jepang akan sangat malu bila pindah-pindah kerja (dari satu perusahaan ke perusahaan lain, dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain) karena bisa dianggap sebagai orang yang tidak punya loyalitas dan komitmen terhadap pekerjaan dan perusahaan.

Pengaruh mendasar lainnya dari kehadiran bangsa Amerika di Jepang adalah perubahan Konstitusi Jepang yang dibuat atas supervisi Jenderal MacAthur (26 Januari 1880 – 5 April 1964), dan konstitusi itu masih berlaku hingga kini.

Di bawah asuhan Jenderal MacArhur, sejak tahun 1945-1951, Jepang tumbuh kembali menjadi negara ekonomi yang sangat tangguh, sehingga menjadi super power dalam bidang ekonomi hingga kini.

Yang menarik dari Restorasi Jepang adalah :
Para aktor yang sangat gigih memperjuangkan reformasi itu berjumlah tidak lebih dari 100 orang muda yang cerdas dan berdedikasi tinggi.

Titik berat dari proses restorasi itu adalah di bidang pendidikan. Banyak sekali pemuda Jepang dikirimkan ke luar negeri dan Jepang banyak mengambil sistem Jerman dalam segala proses kehidupannya.

Sewaktu menjalankan Restorasi, Jepang sudah memiliki administrasi pemerintahan yang sangat rapih warisan dari rezim Tokugawa.

Setelah Jepang hancur oleh bom atom, kaisar saat itu bertanya, berapa guru yang tersisa?


Have a positive day!

“Kita MenCIPTAkan Realita Kita Sendiri”