LazadaID
Tampilkan postingan dengan label Motifasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Motifasi. Tampilkan semua postingan

Etika Melalui Kecerdasan Emosional Menyempurnakan Pelayanan Pelanggan


“Jangan Meremehkan Kecerdasan Emosional Dalam Memberikan Pelayanan Pelanggan Berkualitas Yang Etis.” – Djajendra

Ada dua hal yang harus selalu diperhatikan oleh orang – orang yang bekerja dibidang pelayanan pelanggan. Yaitu etika dan kecerdasan emosional untuk pelayanan pelanggan. Etika merupakan prinsip moral yang mengatur atau mempengaruhi perilaku seseorang, sedangkan kecerdasan emosional merupakan kesadaran untuk mengelola emosi diri sendiri untuk kepentingan pelayanan pelanggan.

Etika biasanya diatur melalui budaya perusahaan dalam bentuk panduan kode etik pelayanan, panduan etika bisnis dan panduan etika kerja perusahaan. Oleh karena itu, pelaksanaan etika pelayanan tidaklah sulit, setiap customer service tinggal mengatur mindset dan perilaku sesuai panduan etika perusahaan untuk dapat memberikan pelayanan sempurna yang etis sesuai janji dan komitmen.

Persoalannya, perilaku seseorang selalu dipengaruhi oleh emosi atas dasar situasi dan kondisi dari diri sendiri dan dari luar diri sendiri. Emosi yang tidak cerdas selalu berpotensi berada dalam konflik batin dan konflik kepentingan, sehingga hal ini akan membuat semua panduan etika yang dimiliki perusahaan tidak berfungsi sesuai harapan dalam memberikan pelayanan yang sempurna. Untuk mengatasi hal ini, setiap karyawan dan pimpinan perusahaan wajib melengkapi kualitas dirinya dengan kecerdasan emosional yang baik.

Bagaimana cara memiliki kecerdasan emosional untuk pelayanan sempurna yang etis? Emosi yang cerdas adalah persoalan kepribadian seseorang. Tidak ada panduan yang bisa dibuat perusahaan untuk mengelola emosi seseorang, yang bisa dilakukan adalah secara terus-menerus membangun kesadaran melalui pengetahuan kecerdasan emosional yang lengkap kepada setiap individu di dalam perusahaan. Semakin sering seseorang diajarkan, dilatih dan disadarkan untuk mencerdaskan emosional dirinya melalui nilai-nilai dan pengetahuan emosional berkualitas tinggi, semakin dewasa dan berkualitas emosinya untuk memberikan pelayanan berkualitas sempurna yang etis.

Pelayanan yang etis akan mengaktualisasikan nilai – nilai etika bisnis untuk merawat hubungan baik dengan pelanggan. Pelayanan etis melalui kecerdasan emosional akan mengaktualisasikan nilai-nilai kebaikan dan sikap baik untuk membuat pelanggan menjadi setia kepada perusahaan.

Mindset setiap individu frontline harus diarahkan untuk berorientasi kepada pelayanan berkualitas yang etis melalui penetapan standar kinerja tinggi untuk diri sendiri sebagai individu dan tim. Kemampuan untuk memberikan apa kebutuhan pelanggan dalam hal nilai, etika, emosi, kualitas dan kepuasan akan menjadi keunggulan perusahaan. Prinsip-prinsip pelayanan, seperti: integritas, objektifitas, kredibilitas, profesionalisme, kualitas layanan tertinggi, kepercayaan diri, dan keyakinan untuk menghormati pelanggan, akan menjadikan perusahaan selalu unggul bersama pelayanan etis.

Put Meaning in Your Job

Reaksi seperti apa yang Anda temukan dari seorang penjaga pintu tol setiap kali melintasi pintu tol dan membayar tiket?

Hampir sebagian besar reaksi penjaga pintu tol berdiam diri saja sambil memberi karcis, memberikan uang kembalian, bahkan sama sekali tidak melihat wajah pengendara yang melintas.

Akan tetapi, pernah ketika melewati salah satu pintu tol, saya menemukan penjaga karcis yang sedang bertugas memberikan uang kembalian sambil tersenyum, dan sempat melontarkan sebuah kalimat yakni "Terima kasih Pak. Hati-hati di jalan." Hal yang terkesan sederhana, tapi begitu bermakna untuk saya secara pribadi. Karena selama ini ketika melintas pintu tol, saya belum pernah menemukan pelayanan yang sedemikian ramah dan peduli dengan keselamatan pengemudi yang melintas.

Apa yang dilakukan penjaga karcis tol tersebut tentu berbeda dari kebanyakan rekannya yang lain. Rekannya yang lain hanya berdiam diri, bahkan tidak menyapa pengemudi yang melintas, tapi hal tersebut tidak dilakukan penjaga karcis tol ini. Mengapa bisa berbeda cara kerja mereka? Padahal jika penjaga karcis tol ini mau, ia tentu bisa saja mengikuti cara kerja rekannya yang lain. Ini adalah masalah PILIHAN!

Penjaga karcis tol ini memilih untuk memaknai pekerjaannya dengan positif. Banyak orang menganggap pekerjaan sebagai penjaga karcis tol adalah pekerjaan yang menjenuhkan. Setiap menit, setiap jam harus melayani ratusan pengendara mobil yang melintas. Titik jenuh mungkin saja dialami oleh penjaga karcis tol tadi, tapi ia mencoba mengatasinya dengan menjalin hubungan yang positif dengan pengemudi yang melintas. Saat itu, ia tidak sekadar menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Ia bekerja tidak sekadar demi uang semata. Tapi ia bekerja karena ada sebuah makna yang ingin ia berikan kepada orang lain. Ia ingin menjadi orang yang punya pengaruh dan dampak yang positif untuk orang lain.

Ketika seseorang memberi arti terhadap pekerjaannya, maka ia akan jauh lebih bersemangat. Adakalanya manusia jenuh dan lelah dengan aktivitasnya sehari-hari, akan tetapi jika mau memaknai pekerjaannya, dan melihat bahwa apa yang dilakukannya setiap hari memiliki dampak yang luar biasa untuk orang lain, maka sebenarnya ia telah memberi nilai manfaat yang luar biasa untuk banyak orang.

Menjadi refleksi bagi kita bersama untuk lebih memaknai apa yang kita kerjakan hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun. Meletakkan makna dalam sebuah profesi tidak sekadar berorientasi pada diri sendiri melainkan bagaimana lewat profesi kita mampu memberi dampak yang positif kepada orang lain. Apapun profesi kita saat ini, entah itu seorang karyawan, dokter, politisi, salesman, staf admin, manager, bankir, pengusaha, public figure, pejabat negara, wakil rakyat: hendaknya mampu memberikan dampak yang positif untuk orang lain, tidak sekadar demi diri kita sendiri.

Apakah kita lebih banyak memikirkan keuntungan pribadi atau justru lebih mengutamakan melayani dan membantu orang lain? Seorang salesman yang mengerti kebutuhan pelanggan dan memberikan solusi yang terbaik lewat produk dan jasa yang dijual, tanpa memikirkan komisi atau bonus sebagai prioritas. Seorang bankir yang berusaha menjaga dana nasabahnya dengan baik, tanpa berusaha untuk memanipulasi demi kepentingan diri. Seorang wakil rakyat yang berjuang keras untuk menyalurkan aspirasi rakyat lewat kinerja nyata, tanpa lebih dulu memikirkan kesenangan pribadi.

Sebagian contoh di atas adalah bentuk perwujudan bagaimana setiap orang yang punya peran dan tanggung jawab di lingkungan di mana ia bekerja, seharusnya lebih memfokuskan kepada orang lain dan memberi nilai tambah bagi mereka. Banyak orang mungkin berpikir, "Wah, idealis sekali? Kita di dunia ini butuh makan, perlu uang, apakah mungkin kita tidak bekerja demi mencari uang atau keuntungan?"

Uang mungkin saja penting, tapi terkadang uang bukanlah segalanya! Cara yang kita lakukan untuk mencapai tujuan tentunya harus bijaksana, bukan dengan menghalalkan segala cara. Karena pada akhirnya seseorang dinilai bukan dari seberapa besar kekayaan, harta, pengalaman, atau kebesaran pangkat yang dimilikinya, melainkan nilai manfaat dan makna yang telah dibagi kepada orang banyak selama ia masih berkarya di dunia ini.

Mengutip sebuah pepatah yang mengatakan: "If you work just for money, you'll never make it. But if you love what you're doing and you always put the customer first, success will be yours." Jika Anda bekerja hanya demi uang, Anda tidak akan mendapatkannya, tapi jika Anda mencintai apa yang Anda kerjakan dan selalu meletakkan pelanggan sebagai yang utama, maka keberhasilan akan menjadi milik Anda.

Semoga kita semua mampu memberi arti positif buat sekitar kita lewat apa yang kita lakukan. Jadilah terang bukan gelap sehingga kehadiran kita di dunia ini mampu menyinari lingkungan kita.

Biarkan Mutiara Kebaikan itu Terus Tersimpan di Lubuk Hati

Cobalah hilangkan gundahan hati untuk semua kebaikan yang kita lakukan dan berikan kepada orang, meski sekuat tenaga benih kebaikan yang sudah kita taburkan untuk orang lain tetapi orang lain tetap tak bergeming, mengabaikan dan tidak memberikan apreasi meski sekian lama kebaikan kita telah torehkan, curiga, bahkan menyudutkan dengan tuduhan bahwa seolah mereka mencium  aroma kebusukan di balik semua tindakan yang kita lakukan, ibarat air susu dibalas dengan air tuba.
Risau dan gundah, buanglah jauh-jauh perasaan demikian. Bisa jadi mungkin orang tidak  memahami dengan pasti kebaikan yang kita berikan, atau kemampuan atau sumber daya menerima untuk menerima kebaikan kita terbatas, atau bisa jadi memang itu memang sebuah ujian untuk kita hadapi dalam menaiki anak tangga ketulusan dan keikhlasan.
Banyaknya pujian jangan sampai membuat kita terbuai, atau sebaliknya janganlah pula kita berlama-lama dengan kecewaan yang mendera akibat penerimaan orang lain tidak seperti yang kita harapkan. Karena memang kita tak pernah mengukur sebuah ketulusan dan pamrih. Dan tentunya  mendengar pujian adalah sebentuk pamrih juga yang semestinya tak diperlukan dalam sebuah ketulusan.
Jelas bukan, putuskan ikatan kekecewaan dari hati kita oleh cibiran dan hinaan orang lain yang terus mengganggu niat baik yang keluar dari lubuk hati yang tulus. Biarkan hati kita mengalir butiran air kebaikan dalam keluasan samudera hati.
Berbuat baiklah terus seakan-akan kita tak menyadari sedang melakukan kebaikan. Semestinya memang kita tak perlu merasa baik,karena di saat kita merasakannya, kebaikan itu mengambil jarak dari kita. Ia menjadi sesuatu yang lain dari diri kita. Semestinya kebaikan menyatu dalam diri kita.
Ingatlah, di saat mengasah sebuah pisau, takkan kita dapati ia menjadi tajam, hingga kita berhenti untuk merasakan ketajamannya.Di saat kita melakukan kebaikan, kita tak perlu berusaha untuk menyadarinya. Biarkan kebaikan mengalir begitu saja, karena hanya bila kita berhenti sajalah kita baru bisa merasakannya.
Dan di saat berhenti, kebaikan itu bukan lagi milik kita. Di saat kita berusaha merasakannya, kebaikan itu sudah menjadi milik pisau.Biarkan orang lain memperlakukan kita dengan sikap atau cara apapun yang mungkin dapat saja begitu menyakitkan hati, menggoreskan Luka hati, bahkan membuat kita sedih biarkan kebaikan kita dihempaskan sedemikian rupa, karena memang mutiara tetaplah mutiara meski terletak di dasar lumpur pekat sekalipun.
Jadi, , tak ada alasan kita menjadikan hati nelangsa dan gundah gulana. Yang pasti dunia kita tidak akan segera berakhir hanya karena orang lain tak menyukai keberadaan dan segala kebaikan yang kita lakukan, bukan! Dan buatlah semua kebaikan karena Tuhan semata dan bukan karena manusia, dengan begitu hati kita menjadi jauh lebih damai dan ikhlas. (Terima kasih ya Allah atas segala anugerah dan  karunia MU memberikan sahabat-sahabat yang baik dan tulus yang saat ini masih aku miliki  by Mohamad ”BEAR” Yunus)
Have a positive day!

Kekuatan dan Keajaiban Cinta


Keterbatasan fisik tidak menghambat orang-orang besar dalam sejarah meraih sukses besar. Salah satu di antaranya Helen Keller, penulis, aktivis, dan pembicara seminar adalah penyandang tuna netra dan tuna rungu pertama meraih gelar Bachelor of Arts. Helan lulus dari Radecliffe College dengan magna cum laude di usianya yang ke-24. Sejak itu, Helen menggunakan seluruh hidupnya untuk meningkatkan kehidupan orang-orang tuna netra dan tuna rungu. Di tahun 1915, ia mendirikan Helen Keller International, organisasi nirlaba yang misisnya mencegah kebutaan.
Di sepanjang hidupnya, Helen Keller bepergian ke berbagai negara, bertemu dengan berbagai tokoh penting dan termasuk salah satu dari 100 Most Important People of THe Century dari majalah Time. Kelahiran Tuscumbia, Alabama, Amerika ini bukan hanya berhasil mengatasi kecatatan dan keterbatasannya, tapi juga memperjuangkan nasib para penyandang cacat untuk kehidupan yang lebih baik.
Suatu hari, ketika berkunjung ke Inggris, Ratu Victoria bertanya kepadanya, " Bagaimana Anda menjelaskan prestasi Anda yang luar biasa dalam hidup? Bagaimana Anda menjelaskan kenyataan, bahwa kendati pun tuna rungu dan tuna netra, Anda bisa begitu meraih banyak prestasi?"
Helen Keller menjelaskan, semua prestasi yang diraihnya adalah berkat dedikasi gurunya.
"Jika bukan karena Annie Sullivan, nama Helen Keller tidak akan pernah dikenal," katanya.

Annie Sullivan juga mengalami kehidupan yang penuh cobaan dan tantangan. Ia kehilangan sebagian besar penglihatannya ketika umur 5 tahun akibat demam. Ketika Ia berumur 10 tahun, ibunya meninggal dan ayahnya meninggalkannya. Ia dan saudara laki-lakinya dikirim ke panti anak miskin. Saudaranya meninggal disana dan Annie kecil, begitu panggilannnya, dianggap gila oleh pengasuhnya. Annie dikurung di basement sebuah rumah sakit jiwa di luar Boston.
Annie kecil sesekali menyerang siapapun yang mendekatinya, tapi pada sebagian besar waktu, ia mengacuhkan semua orang yang ada di dekatnya.
Ketika semua orang menganggap Annie kecil sebagai anak yang tak punya harapan, seorang biarawati lanjut usia yakin, Annie masih bisa disembuhkan. Ia akan bertekad menunjukkan kasih sayang kepada Annie kecil. Kendatipun Annie keci ltidak menyadari kehadirannya, suster biarawati itu terus saja mengunjungi Annie. Setiap kali datang, ia membawakan kue dan bicara kepada Annie dengan penuh kasih sayang dan memberikan dorongan. Ia yakin, Annie kecil bisa sembuh jika diberi kasih sayang dan cinta.
Beberapa saat kemudian, dokter akhirnya melihat perubahan dalam Annie kecil. Annie tidak lagi penuh kemarahan dan kekerasan, tapi jadi lembut dan bisa menunhukkan kasih sayang. Annie lalu dipindahkan ke lantai atas dan kondisinya terus membaik.. Suatu hari, Annie yang dianggap sebagai anak yang tak punya harapan itu boleh meninggalkan rumah sakit jiwa dan diyatakan sembuh.
Kasih sayang suster biarawati tua membuat Annie Sullivan muda ingin membantu orang lain seperti dirinya dibantu oleh suster yang baik. Annie menjalani operasi mata dua kali sehingga penglihatannya cukup untuk membaca huruf cetakan untuk waktu singkat. Ketika lulus sekolah, Annie luar biasa sulit mendapatkan pekerjaan.
Suatu hari, ketika ditawarkan mengajari Helen Keller yang tuna rungu dan tuna netra, ia menerimanya dengan senang hati kendatipun tak punya pengalaman di bidang itu. Begitu tiba di rumah Helen, ia mengajari Helen mengeja dengan jari. Helen bisa mengulang gerakan-gerakan jari ini, tapi tak bisa memahami apa maksudnya. Annie mengalami kesulitan besar, selain sulit membantu Helen mengerti makna kata-kata, ia juga mencoba mengendalikan perilaku Helen yang liar. Helen kecil membanting piring dan lampu, meneror semua orang di rumah dengan teriakan dan amukan kemarahan. Sanak familinya sampai menjuliki monster....Sebelum Annie datang, Helen hampir dimasukkan ke dalam rumah sakit jiwa.
Pengalaman dengan suster baik itu membuat Annie memperlakukan Helen secara baik dan lemah lembut. Ia segera melihat potensi besar dalam diri Helen, menyayanginya, mendisiplinkannya, bermain dengannya, mendorongnya, dan bekerja bersamanya sampai nyala kehidupan Helen menerangi dunia. Annie Sullivan adalah keajaiban bagi hidup Helen, tapi adalah suster yang yang baik hati, yang mencintai dan percaya pada Annie kecil yang sudah tak kenal orang, yang mengubahnya. " Jika bulan karena Annie Sullivan, nama Helen Keller tetap tak akan dikenal."
Jika bukan karena dedikasi suster biarawati yang baik hati, nama Annie Sullivan juga taka akan pernah dikenal. Dan ini bisa diteruskan lagi. Suater biarawati yang baik hati itu mungkin juga menerima kebaiakan dan cinta dari seseorang yang lain dan begitu seterusnya. Cinta akan menumbuhkan cinta. Kebaikan akan melahirkan kebaikan. Orang yang mendapatkan cinta akan memberikan cinta. Dengan begitu, cinta diterusakan dari generasi ke generasi, memberikan pengaruh yang luar biasa......." Kekuatan cinta memang luar biasa. Sekali dinyalakan, akan berkobar sampai selamanya "

MAMA


Mama melahirkan kita sambil menangis kesakitan. Masihkah kita menyakitkannya?
Masih mampukah kita tertawa melihat penderitaannya?
Mencaci makinya? Melawannya?
Memukulnya? Mengacuhkannya?
Meninggalkannya?

Mama tidak pernah mengeluh membersihkan kotoran kita waktu masih kecil,
Memberikan ASI waktu kita bayi,Mencuci celana kotor kita,Menahan derita,Menggendong kita sendirian.

Di saat mamamu tidur, coba kamu lihat matanya dan bayangkan matanya takkan terbuka untuk selamanya.. tangannya tak dapat hapuskan airmata-mu dan tiada lagi nasihat yang sering kita abaikan.. bayangkan mamamu sudah tiada.. apakah kamu cukup membahagiakannya. . apakah kamu pernah berfikir betapa besar pengorbanannya semenjak kamu berada di dalam perutnya... kirim pesan ini pada semua... itupun kalau kamu sayang mamamu dan mau mengingatkan teman2mu.
Ingat-ingatlah lima aturan sederhana untuk menjadi bahagia:
1. Bebaskan hatimu dari rasa benci.
2. Bebaskan pikiranmu dari segala kekuatiran.
3. Hiduplah dengan sederhana.
4. Berikan lebih banyak (give more).
5. Jangan terlalu banyak mengharap (expect less).

SADARILAH bahwa di dunia ini tidak ada 1 orang pun yang mau mati demi MAMA, tetapi...
Beliau justru satu-satunya orang yang bersedia mati untuk melahirkan kita…

Mama bukan tempat penititipan cucunya disaat anda jalan jalan,tetapi disaat beliau sudah tua dan tak bertenaga, yang beliau butuhkan sekarang adalah perhatian anda , datang & hampiri dia , bertanyalah bagaimana kesehatannya saat ini dan dengarlah curhatnya, temani dia disaat dia membutuhkan anda, itu saja.... beliau sudah bahagia sekali...... .......dan melupakan semua hutang anda kepadanya
Berdoalah selalu agar MAMA KITA SELALU DIBERIKAN KESEHATAN

Bidadari Surga

Bidadari Surga

Namanya "Aini". begitu ummi biasa memanggilnya. Salah satu "adik " terbaik yang pernah ummi miliki, yang pernah ummi temui dan alhamdulillah Allah pertemukan ummi dengannya.
Seharusnya 28 Januari lalu genap ia menginjak usia 37 tahun. Beberapa tahun bersamanya , banyak contoh yang bisa ummi ambil darinya. Kedewasaan sikap, keshabaran, keistiqomahan, dan pengabdian yang luar biasa meretas jalan da'wah ini. Seorang muharrik da'wah yang tangguh dan tak pernah menyerah. Sosok yang tidak pernah mengeluh, tidak pernah putus asa dan memiliki khusnuzon yang teramat tinggi kepada Allah. Dan dia adalah salah satu amanah ummi terberat, ketika memang harusnya ia sudah memasuki sebuah jenjang pernikahan.
Ketika beberapa akhw! at lain yang lebih muda usianya melenggang dengan mudahnya menuju jenjang tersebut, maka 'Aini Allah taqdirkan harus terus meretas keshabaran. Beberapa kali ummi berikhtiar membantunya menemukan ikhwan shalih, tetapi ketika sudah memulai setengah perjalanan proses..Allah pun berkehendak lain. Namun begitu, tidak pernah ada protes yang keluar dari lisannya, tidak juga ada keluh kesah, atau bahkan mempertanyakan kenapa sang ikhwan begitu " lemahnya " hingga tidak mampu menerjang berbagai penghalang ? Atau ketika masalah fisik, suku , serta terlebih usia yang selalu menjadi kendala utama seorang ikhwan mengundurkan diri , 'Aini pun tidak pernah mempertanyakan atau memprotes " kenapa ikhwan sekarang seperti ini ?
Tidak ada gurat sesal, kecewa, atau sedih pada raut muka ataupun tutur katanya . Kepasrahan dan keyakinan terhadap kehendak Allah begitu indah terlukis dalam dirinya.
Hingga, akhirnya seorang ikhwan shalih yang dengan kebaikan akhlak serta ilmunya, datang! dan berkenan untuk menjadikannya seorang pendamping. Tidak ada luapan euphoria kebahagiaan yang ia tampakkan selain ucapan singkat yang penuh makna " Alhamdulillah. .jazakillah ummi sudah membantu...mohon do'a agar diridhai Allah "
Alhamdulillah , Allah mudahkan proses ta'arauf serta khitbah mereka, tanpa ada kendala apapun seperti yang pernah terjadi sebelumnya. Padahal ikhwan shalih yang Allah pilihkan tersebut berusia 10 tahun lebih muda dari usianya.
Berkomitmen pada sunnah Rasulullah untuk menyegerakan sebuah pernikahan, maka rencana akad pun direncanakan 1 bulan kemudian, bertepatan dengan selesainya adik sang ikhwan menyelesaikan studi di negeri Mesir.
Namun , Allah lah Maha Sebaik-baik Pembuat keputusan..
2 minggu menjelang hari pernikahan, sebuah kabar duka pun datang. Usai 'Aini mengisi sebuah ta'lim , motor yang dikendarainya terserempet sebuah mobil, dan menabrak kontainer didepannya. 'Aini shalihah pun harus meregang nyawa di ruang ICU. 2 hari setelah peristiwa itu, Rumah sakit yang menanganinya pun me! nyatakan menyerah. Tidak sanggup berbuat banyak karena kondisinya yang begitu parah.
Hanya iringan dzikir disela-sela isak tangis kami yang berada disana. Semua keluarga 'Aini juga sang ikhwan pun sudah berkumpul. Mencoba menata hati bersama untuk pasrah dan bersiap menerima apapun ketentuanNya. Kami hanya terus berdo'a agar Allah berikan yang terbaik dan terindah untuknya. Hingga sesaat, Allah mengijinkan 'Aini tersadar dan menggerakkan jemarinya. Rabb..sebait harapan pun kembali kami rajut agar Allah berkenan memberikan kesembuhan, walau harapan itu terus menipis seiring kondisinya yang semakin melemah. Hingga kemudian sang ikhwan pun mengajukan sebuah permintaan kepada keluarga 'Aini.
" Ijinkan saya untuk membantunya menggenapkan setengah Dien ini. Jika Allah berkehendak memanggilnya, maka ia datang menghadap Allah dalam keadaan sudah melaksanakan sunnah Rasulullah.. ."
Permintaan yang membuat kami semua tertegun. Yakinkah dia dengan keputusannya ?

Dalam kedaaan demikian , akhirnya 2 keluarga besar itupun sepaka t memenuhi permintaan sang ikhwan.

Sang bunda pun membisikkan rencana tersebut di telinga 'Aini. Dan baru kali itulah ummi melihat aliran airmata mengalir dari sepasang mata jernihnya.
Tepat pukul 16.00, dihadiri seorang penghulu,orangtua dari 2 pihak, serta beberapa sahabat dan dokter serta perawat...pernikaha n yang penuh tangis duka itupun dilaksanakan. Tidak seperti pernikahan lazimnya yang diiringi tangis kebahagiaan, maka pernikahan tersebut penuh dengan rasa yang sangat sulit terlukiskan. Khidmat, sepi namun penuh isakan tangis kesedihan.
Tepat setelah ijab kabul terucap...sang ikhwan pun mencium kening 'Aini serta membacakan do'a diatas kain perban putih yang sudah berganti warna menjadi merah penuh darah yang menutupi hampir seluruh kepala A'ini. Lirih, kami pun masih mendengar 'Aini berucap, " Tolong Ikhlaskan saya....."
Hanya 5 menit. Ya..hanya 5 menit setelah ijab kabul itu. Tangisanpun memecah ruangan yang tadinya senyap menahan sesak! dan airmata. Akhirnya Allah menjemputnya dalam keadaan tenang dan senyum indah.
Dia telah menjemput seorang bidadari...
Sungguh indah karunia dan janji yang telah Allah berikan padanya...
Dia memang hanya pantas untuk para mujahidNya di Jannah al firdausi....
Dan sang ikhwan pun melepas dengan penuh sukacita dengan iringan tetes airmata yang tidak kuasa ditahannya.. .
" ..Saya telah menikahi seorang bidadari.. nikmat mana lagi yang saya dustakan..."
Begitulah sang ikhwan shalih mengutip ayat Ar RahmanNya...
Ya Rabb..Engkau sebaik-baik pembuat skenario kehidupan hambaMu..Maka jadikanlah kami senantiasa dapat memngambil hikmah dari setiap episode kehidupan yang Engkau berikan...
Selamat jalan adikku sayang ...engkau memang bidadari surga yang Allah tidak berkenan seorang ikhwan pun didunia ini yang bisa mendampingi kehidupanmu kecuali para ikhwan shalih yang berkhidmat di jalan da'wah dengan ikhlas, tawadhu dan siap ber! jihad dijalanNya dan kelak menutup mata sebagai seorang syuhada...."


Selamat jalan 'Aini..semoga Allah memberimu tempat terindah di surgaNya....

( bait kenangan terakhir bersamamu; ummi tidak bisa menulis seindah tulisan2mu, tapi yakinlah ummi mengiringimu dengan indahnya do'a ...semoga Allah kumpulkan kita kelak didalam surgaNya...amiin)
>>>bila ada kebaikan silahkan share k tmn2...

Aku menangis untuk adikku 6 kali

Aku menangis untuk adikku 6 kali

"Aku menangis untuk adikku 6 kali) Bacalah dengan seksama dan renungkanlah"
Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku.
Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis disekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya. "Siapa yang mencuri uang itu?", beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi beliau mengatakan, "Baiklah, kalau begitu,kalian berdua layak dipukul!" Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi.
Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, "Ayah, aku yang melakukannya!" Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai beliau kehabisan nafas. Sesudahnya, beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi,"Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yangakan kamu lakukan di masa mendatang? ... Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!"
Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetespun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, "Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi."
Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.
Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk kesebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman,menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya memberengut, "Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik...hasil yang begitu baik..." Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, "Apa gunanya?
Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?"
Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, "Ayah,saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku." Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya. "Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!"
Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, "Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinanini."
Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas.
Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: "Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang." Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang.
Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20. Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas).
Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, "Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana!" Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, "Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?" Dia menjawab, tersenyum, "Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu?"
Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, "Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu..." Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, "Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu." Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.
Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku."Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!" Tetapi katanya, sambil tersenyum, "Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu.."Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku.


Aku mengoleskan sedikit salep pada lukanya dan mebalut lukanya. "Apakah itu sakit?" Aku menanyakannya. "Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan..." Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya,dan air mata mengalir deras turun ke wajahku.Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapimereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga,mengatakan,"Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini."
Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi.
Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu,"Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?"
Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. "Pikirkan kakak ipar--ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?" Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah: "Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!"Mengapa membicarakan masa lalu?" Adikku menggenggam tanganku.Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.
Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, "Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?" Tanpa berpikir ia menjawab, "Kakakku." Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat.
"Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya."
Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku.
Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, "Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku." Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai

Menemukan Hikmah Dalam Setiap Peristiwa


”Konstruksi struktur Natural Intelligence (NatIn™) dibangun oleh 2 komponen utama, yaitu AKAL dan KALBU. Mendayagunakan keduanya dengan baik, merupakan keterampilan yang menunjukkan kualitas kecerdasan hakiki kita.”


Ketika mengalami suatu kejadian yang tidak menyenangkan, apa yang biasanya Anda rasakan? Sedih. Marah. Pasrah. Bagaimana dengan peristiwa yang menyenangkan? Gembira. Tertawa. Melompat-lompat. Kadang, kita berada pada titik paling ekstrim dari kedua situasi yang saling bertolak belakang itu.

Maka tidak heran jika mood atau perilaku kita bisa berubah 180 derajat dari waktu ke waktu. Namun ada juga orang-orang yang tetap tenang meski tengah ditimpa musibah. Dan ketika mendapatkan kegembiraan, mereka merayakannya sewajarnya saja. Ini adalah cermin dari kontrol diri. Seseorang yang memiliki Natural Intelligence (NatIn™) tinggi, dicirikan dari kemampuannya untuk melakukan kontrol diri seperti ini. Bagi kebanyakan orang, kontrol diri yang paling sulit dilakukan adalah ketika menghadapi peristiwa yang kurang menyenangkan. Bagaimana dengan Anda?

Seorang eksekutif bergegas keluar dari mobilnya yang diparkir di tepi jalan. Menjinjing tas laptop, kunci mobil dan handphone sambil memasuki sebuah mini market. Setelah membayar, dia pun melangkah keluar. Pintu berpegas itu hanya dibukanya setengah, lalu dia melintas. Rupanya, pintu menutup sedemikian cepatnya. Sehingga, kaki kanannya terbentur sudut bawah pintu itu. Dia tidak merasakan sakit, namun secepat kilat melihat kearah alas kakinya yang terbuat dari kulit. Rupanya sudut bawah pintu itu tajam sekali, sehingga alas kaki kesayangannya robek. Lelaki itu merasa sangat kesal. Namun, sebelum sempat mengumpat, seseorang berkata; “Bersyukurlah kamu mengenakan alas kaki itu, Bung. Jika tidak, maka kaki kamu sudah berdarah-darah. Atau, mungkin uratnya sampai putus ….” Seketika itu pula lelaki itu memegang dadanya. Lalu berucap, Alhamdulillah. Saya tidak sedang menggunjingkan orang lain. Karena peristiwa itu adalah tentang saya, dengan suara batin yang menasihati dari dalam diri saya. Ketika itu terjadi, saya memang kecewa sekali. Namun, suara batin itu bukan hanya bisa menenangkan hati saya, melainkan juga membuka pintu-pintu pandangan logika saya. Sehinga saya, bisa menemukan hikmahnya. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar menemukan hikmah dalam setiap peristiwa, saya ajak memulainya dengan menerapkan 5 prinsip Natural Intelligence (NatIn™) berikut ini:

1. Hindarilah mendahulukan prasangka. Setiap kali mendapatkan sesuatu yang kurang menyenangkan, respon pertama yang sering muncul dalam benak kita adalah; ‘kok begini sih!’ Hal itu merupakan sebuah pola dalam mental kita. Dan jika kita membiarkannya terus, maka hal itu akan mendorong kita untuk melakukan tindakan kontra produktif. Misalnya, penyangkalan (denial), pembelaan diri (defensive), atau penyerangan (aggression). Kenapa bisa begitu? Karena kita terlanjur mendahulukan prasangka. Ketika prasangka sudah menguasai pikiran (AKAL) dan perasaan (KALBU) kita, maka kita akan kehilangan kesempatan untuk menemukan hikmah dari kejadian yang kita alami. Jika kejadian itu disebabkan oleh ulah seseorang yang ‘kurang ajar’, maka kita akan mencari cara paling efektif (AKAL) untuk membalasnya. Hajar bleh, sampai kita merasa puas (KALBU) oleh terbalasnya kelakuan dia. Dengan demikian, kita akan menjadi pribadi yang sama buruknya dengan orang itu. Maka mendahulukan prasangka, ternyata bukan pilihan yang tepat untuk kita.

2. Latihlah mendahulukan pemahaman. Pernahkah Anda memarahi seseorang yang melakukan sebuah kesalahan? Ketika masih menjadi ketua RT, seseorang mendatangi rumah saya sambil marah-marah. Sambil memvonis saya sebagai RT yang tidak peduli pada warga, beliau menjelaskan tentang jabatan tinggi yang disandangnya di kantornya. Bagi orang yang berprinsip ‘elu jual gue beli’ seperti saya; kejadian itu bisa menimbulkan perang bubat. Namun, saya masih sempat bertanya masalahnya apa. Ternyata urusan surat keterangan yang belum saya tanda tangan. Rupanya, beliau menelepon bolak balik menanyakan apakah saya ada di rumah atau tidak. Pembantu kami yang menerima telepon tidak menyampaikan pesan beliau pada saya. Sekarang saya paham. Mengapa beliau marah begitu. Perasaan (KALBU) saya yang tadi sudah panas sekarang menjadi dingin. Pikiran (AKAL) saya yang tadi sudah siap untuk menentukan balasan apa yang saya lakukan, sekarang menjadi tenang. Lalu saya tanyakan dimana suratnya? ‘Ini saya bawa,’ katanya. Saya pun jelaskan 3 hal padanya. Satu, saya tidak tahu soal teleponnya. Dua, surat itu masih ada padanya. Tiga, untuk minta tanda tangan saya tinggal dititip saja surat itu di rumah saya, nanti saya pulang kerja tentu ditanda tangani. Setelah penjelasan itu, muncul kesepahaman diantara kami berdua. AKAL dan KALBU kami, sudah kembali pada fungsi optimalnya. Bagaimana kejadian itu berakhir? Permintaan maaf meluncur, dan kami berpelukan seperti dalam film Teletubies. Hasil dari mendahulukan pemahaman tuch….

3. Fokusah pada apa yang tetap menjadi milik kita. Ada kalanya kita tidak bisa menghindari kerugian, kehilangan, atau cobaan dalam berbagai bentuk dan wujudnya. Mungkin ada yang pernah kecurian benda berharganya. Dikecewakan orang yang paling dipercayanya. Disingkirkan oleh orang yang pernah dibela dan diselamatkannya. Atau, juga hal kecil seperti alas kaki kulit kesayangan saya yang robek gara-gara tersangkut pintu minimarket itu. Kita, sering fokus kepada apa yang hilang dari diri kita. Padahal, ketika suara kecil yang datang dari hati (KALBU) saya mengatakan ‘Yang robek alas kaki, kamu. Bukan putusnya urat kakimu itu,” tiba-tiba saja pikiran (AKAL) saya bekerja. Jika mengenakan sandal jepit murah. Mungkin saya hanya rugi Rp. 10,000.- sajah seperti harga beli sandal ituh. Tetapi, jika saya mengenakan alas kaki terbuka seperti sandal murah itu, maka ujung runcing sudut pintu tajam itu tidak terhalang oleh apapun untuk merobek kulit – daging – urat – dan tulang kaki kanan saya. Jika itu terjadi…… Oh! Betapa beruntungnya saya mengenakan alas kaki kesayangan itu. Saya kehilangannya, tetapi saya masih memiliki kaki yang utuh, sehat, sempurna, aman, nyaman dan sanggup untuk mengerjakan tugas-tugas lain hingga Insya Allah; nanti bisa menghasilkan nafkah yang cukup untuk membeli kembali alas kaki seperti itu lagi. Fakta bahwa kita kehilangan sesuatu yang kita cintai memang tidak bisa dimanipulasi. Namun, fakta bahwa kita masih mempunyai banyak hal dalam diri kita menunjukkan bahwa kita punya begitu banyak hal berharga yang masih tersisa. Maka fokuslah kesana. Agar peristiwa itu tidak merenggut hal-hal berharga yang masih kita miliki.

4. Tetaplah waspada terhadap berbagai kemungkinan. Jika Anda pergi dari rumah pada musim hujan, boleh jadi Anda menyediakan payung didalam mobil ya? Mestinya sih begitu. Meski ketika Anda berangkat, hujan tidak turun. Ada begitu banyak kemungkinan yang kita hadapi. Namun, sebagai orang yang memiliki kemampuan berpikir sehat, ketika perlu mengantisipasi berbagai kemungkinan itu (AKAL). Ketika payung sudah tersedia didalam mobil, maka mau hujan atau tidak nantinya, Anda tidak usah khawatir sepatu, laptop, dan baju kerja Anda terkena basah. Anda tenang saja, karena jika hujan pun masih bisa menggunakan payung (KALBU). Itu baru hal sepele. Bagaimana dengan hal-hal yang lebih besar dari itu? Salah satu ciri orang yang cerdas adalah ketika dia bisa memperkirakan berbagai kemungkinan (AKAL) untuk menjadikan kehidupan yang dijalaninya tentram dan damai (KALBU). Kombinasi kedua hal tersebut menghasilan sesuatu yang kita sebut sebagai kewaspadaan. Itulah sebabnya mengapa, orang yang waspada itu lebih berpeluang untuk terhindar dari kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan. Sejauh yang saya ketahui dan alami, orang waspada itu bahkan tidak dapat dipengaruhi oleh hipnotis. Mengapa? Karena dia memegang kendali dirinya sendiri, sehingga pengaruh dari luar tidak mudah masuk merusak kondisi jiwanya. Maka mari belajar untuk tetap waspada terhadap berbagai kemungkinan.

5. Melipatgandakan perlindungan dengan tawakal. Tidak seorang pun yang bisa memperkirakan akan mengalami apa sedetik setelah saat ini. Ada tak berhingga kemungkinan sehingga pikiran (AKAL) kita tidak bisa menjangkau seluruhnya. Meskipun mengaku tidak paranoid, tapi kita sering gelisah dengan apa yang akan terjadi nanti (KALBU). Percayalah bahwa tidak semua hal bisa dijangkau oleh kemampuan manusia. Sehingga patut jika kita menyerahkan diri pada pemilik mutlaknya. Meskipun kita sudah berusaha waspada? Ya. Meskipun kita sudah berusaha waspada sewaspada-waspadanya. Oleh sebab itu, bersikap waspada tidak berarti kita bisa mengantisipasi 100% kemungkinan yang bisa terjadi kapan saja dan dimana saja. Maka sebagai solusinya, kita butuh mengakui bahwa bukan kita sendiri yang memegang seluruh hidup kita. Mulailah belajar percaya bahwa ada Dzat yang menguasai hidup dan mati kita. Menentukan sukses dan gagalnya kita. Menghitung panjang dan pendeknya usia kita. Maka setelah semua yang kita lakukan secara maksimal untuk mengantisipasi dan mengupayakan yang terbaik itu (AKAL) kita menyerahkan diri kepada Sang Maha Kuasa itu (KALBU). Itulah yang disebut sebagai ‘tawakal’. Maka mari kita lipatgandakan perlindungan diri kita dengan tawakal kepada-Nya.

Hidup kita semua, tidak semata berisi hal-hal indah belaka. Namun ketika kita mampu menarik hikmahnya, kita akan tetap tentram bahkan ketika tengah menghadapi cobaan yang berat. Hikmah merupakan salah satu dari 4 pilar dalam konstruksi Natural Intelligence (NatIn™). Kemampuan kita mengambil hikmah dalam setiap peristiwa sangat menentukan apakah kita mampu memaknai peristiwa itu atau tidak. Maka salah satu ciri orang yang memiliki tingkat Natural Intelligence tinggi adalah; dia mampu menemukan hikmah dari setiap peristiwa yang dialaminya. Baik di rumah, di kantor. Dimana saja. Dan kepada orang-orang seperti itu, tidak ada yang bisa merusaknya. Jika Anda memperhatikan, saya berulang kali menyebut kata AKAL dan KALBU. Tahukah Anda apa sebabnya? Tepat sekali. Karena AKAL dan KALBU adalah komponen utama dalam struktur konstruksi Natural Intelligence (NatIn™). Mendayagunakan keduanya dengan baik, merupakan keterampilan yang menunjukkan kualitas kecerdasan hakiki kita. Tertarik untuk belajar dan lebih memahami ilmu itu? Mari kita sama-sama mempelajari dan mendalaminya. Yuk, marrri….

Mari Berbagi Semangat!

Luaskan Hatimu Untuk Menampung Kepahitan

Luaskan Hatimu Untuk Menampung Kepahitan

Ada seorang tua bijak didatangi pemuda yg sedang dirundung masalah. Tanpa membuang waktu pemuda itu langsung menceritakan semua masalahnya. Pak tua bijak hanya mendengarkan dgn seksama, lalu ia mengambil segenggam serbuk pahit & meminta anak muda itu u/ mengambil segelas air.

Ditaburkannya serbuk pahit itu ke dalam gelas & di aduk perlahan, "Coba minum ini & katakan bagaimana rasanya?" ujar pak tua, "Pahit sekali" jawab pemuda. Pak tua itu tersenyum, mengajak pemuda itu untuk berjalan ke telaga belakang rumahnya. Mereka berjalan berdampingan & akhirnya sampai ke tepi telaga yg tenang itu.

Sesampai disana, Pak tua itu kembali menaburkan serbuk pahit ke telaga itu & dengan sepotong kayu ia mengaduknya, "Coba ambil air dr telaga ini & minumlah" Saat si pemuda mereguk air itu, Pak tua bertanya lagi, "Bagaimana rasanya?" "Segar" sahut si Pemuda". Apakah kamu merasakan pahit di dalam air itu?" tanya pak tua, "Tidak" sahut Pemuda.

Pak tua tertawa sambil berkata "Anak muda.. Dengarkan baik², Pahitnya kehidupan sama seperti segenggam serbuk pahit ini, tak lebih tak kurang. Jumlah & rasa pahitnyapun sama & memang akan tetap sama. Tetapi

kepahitan yg kita rasakan sangat tergantung dari wadah yg kita miliki. Kepahitan itu akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkannya.Jadi saat Anda merasakan kepahitan & kegagalan dalam hidup, Hanya ada satu yg Anda dapat lakukan : Lapangkanlah dadamu menerima semuanya itu, Luaskanlah hatimu u/ menampung setiap kepahitan itu.

Pesan Moral : Hatimu adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu adalah tempat kamu menampung segalanya.

"Jangan jadikan hatimu seperti gelas, buatlah laksana telaga yg mampu menampung setiap kepahitan itu & merubahnya menjadi kesegaran & kedamaian.

Iri Tiada Henti

Iri Tiada Henti

Ada seorang pemecah batu yang melihat seorang kaya. Iri dengan
kekayaan orang itu, tiba-tiba ia berubah menjadi orang kaya.

Ketika ia sedang bepergian dengan keretanya, ia harus memberi jalan
kepada seorang pejabat. Iri dengan status pejabat itu, tiba-tiba ia berubah menjadi seorang pejabat.

Ketika ia meneruskan perjalanannya, ia merasakan panas terik
matahari. Iri dengan kehebatan matahari, tiba-tiba ia berubah menjadi
matahari.

Ketika ia sedang bersinar terang, sebuah awan hitam menyelimutinya.
Iri dengan selubung awan, tiba-tiba ia berubah menjadi awan.
Ketika ia sedang berarak di langit, angin menyapunya. Iri dengan
kekuatan angin, tiba-tiba ia berubah menjadi angin.

Ketika ia sedang berhembus, ia tak kuasa menembus gunung. Iri dengan
kegagahan gunung, tiba-tiba ia berubah menjadi gunung.

Ketika ia sedang bertengger, ia melihat ada orang yang memecahnya.
Iri dengan orang itu, tiba-tiba ia terbangun sebagai pemecah batu.
Ternyata itu semua hanya mimpi si pemecah batu.

Karena kita semua saling terkait dan saling tergantung, tidak ada
yang betul-betul lebih tinggi atau lebih rendah. Kehidupan ini
baik-baik saja kok... sampai Anda mulai membanding-bandingkan.

Kata Sang Guru: "Rasa berkecukupan adalah kekayaaan terbesar."
Pengejaran keuntungan, ketenaran, pujian, dan kesenangan bersifat
tiada akhir karena roda kehidupan terus berputar, silih berganti
dengan kerugian, ketidaktenaran, celaan, dan penderitaan. Inilah delapan
kondisi duniawi yang senantiasa mengombang-ambingkan kita sepanjang hidup.

Kebahagiaan terletak pada kemampuan untuk mengembangkan pikiran
dengan seimbang, tidak melekat terhadap delapan kondisi duniawi.

Boleh-boleh saja kita menjadi kaya dan terkenal, namun orang bijaksana akan
hidup tanpa kemelekatan terhadap  kondisi duniawi. Kebahagiaan
sejati tidaklah terkondisi oleh apa pun. Be Happy!

Have a positive day dan tetap semangat!

”Anda-lah yang menciptakan realita Anda sendiri”

Mensyukuri Pekerjaan

Mensyukuri Pekerjaan

Banyak sekali orang yang mengeluhkan tentang pekerjaannya. Alasannya pun beragam macam. Ada yang soal gaji rendah. Teman yang tidak bersahabat. Atasan yang pilih kasih. Karir yang tidak naik-naik. Dan seribu satu alasan lainnya. Makanya, tidak heran jika setiap pagi rasanya berat sekali untuk berangkat ke kantor. Setelah tiba di kantor juga tidak bersungguh-sungguh mencurahkan seluruh kemampuan. Datang kesiangan, pulang kegesitan. Seakan-akan kita ini tidak membutuhkan pekerjaan itu. Sekarang, coba bayangkan; bagaimana seandainya besok pagi kita kehilangan pekerjaan itu? Apakah hidup Anda akan tetap baik-baik saja? Hmmmh, barangkali ini adalah saat yang tepat untuk kembali mensyukuri pekerjaan yang saat ini kita miliki. Sudahkah Anda mensyukuri pekerjaan pagi ini?

Kehidupan kerja kita tidak selamanya menyenangkan. Kadang Anda dimarahi pelanggan. Kadang diomeli atasan. Kadang dijegal oleh teman. Dan masih banyak situasi sulit lainnya yang bisa menimbulkan kekecewaan. Kita sering keliru melampiaskan kekesalan dengan membenci pekerjaan. Padahal, semakin benci Anda pada pekerjaan, semakin memburuklah keadaannya. Semakin memburuk keadaannya, semakin jauhlah Anda dari rasa syukurnya. Semakin jauh dari rasa syukur? Semakin benci Anda pada pekerjaan. Dan terjebaklah Anda dalam kegelisahan tanpa ujung. Maka, tidak ada pilihan lain selain menysukuri pekerjaan yang kita miliki. Karena rasa syukur, membimbing kita untuk menemukan makna terdalam dari pekerjaan. Memang mudah untuk dikatakan, tapi bersyukur itu sungguh tidak gampang untuk dilakukan. Kita butuh pemahaman yang tepat tentang makna syukur itu bagi hidup kita. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar memahami makna rasa syukur pada pekerjaan, saya ajak memulainya dengan memahami 5 prinsip Natural Intellligence berikut ini:

1.      Rasa syukur menentukan kebahagiaan. Rasa syukur kepada pekerjaan adalah obat yang paling mujarab untuk menyembuhkan setiap kekecewaan. Seberat apapun beban pekerjaan yang Anda hadapi, pasti akan terasa ringan jika Anda memiliki rasa syukur yang lebih besar dari beban itu. Sebaliknya, seenak apapun suasana dan imbalan yang dapatkan dari pekerjaan Anda; maka Anda akan tetap mengeluhkannya jika rasa syukur Anda atas semua kenikmatan kerja itu terlalu kecil untuk menghidupkan lentera nikmat dalam hati Anda. Makanya, banyak orang dengan kedudukan dan imbalan tinggi yang masih mengeluhkan pekerjaannya. Dan banyak orang yang pekerjaannya bejibun namun tetap gembira meski bayarannya ’tidak seberapa’. Keluhan bukanlah monopoli orang-orang berkedudukan rendah. Kegembiraan juga bukan monopoli mereka yang jabatannya tinggi. Malah kita sering menyaksikan hal yang sebaliknya. Jika kita tidak kunjung bahagia dengan kehidupan kerja, mungkin kita perlu bersyukur lebih banyak lagi. Mengapa? Karena rasa syukur pada pekerjaan sangat menentukan apakah kita bahagia dengan pekerjaan itu atau tidak.

2.      Rasa syukur memberi ketabahan. Jika boleh memilih, apakah Anda lebih menyukai pekerjaan yang berat secara fisik, atau berat tanggungjawabnya? Normalnya, orang-orang berpendidikan tinggi tidak menyukai pekerjaan fisik yang berat. Meski tidak terlalu suka pada tanggungjawab yang berat, tetapi itu adalah pilihan terbaiknya. Pekerjaan fisik itu melelahkan dan imbalannya rendah. Sedangkan tanggungjawab besar pada pekerjaan non fisik diimbangi dengan ruang kerja yang nyaman nyaris tanpa keringat, pakaian perlente, dan tentunya; bayaran yang jauh lebih tinggi. Maka, kemungkinan besar; Anda akan memilih tangggungjawab besar daripada kerja fisik yang berat. Normal. Tapi, mengapa banyak orang yang memegang tanggunjawab besar justru sering ingin berhenti, atau lari ke tempat lain hanya karena merasa beban yang harus kita pikul terasa sangat berat? Mengapa banyak pegawai biasa-biasa saja yang justru lebih kuat dan lebih tabah? Ternyata orang-orang biasa itu lebih banyak bersyukur daripada kita. Dengan rasa syukur itu mereka membangun kekuatannya. Karena rasa syukur memberi kita ketabahan.

3.      Rasa syukur melahirkan keikhlasan. Jangan salah kaprah. Ikhlas itu tidak sama artinya dengan tidak dibayar. Kita semua berhak untuk mendapatkan bayaran yang sepadan atas pekerjaan atau kontribusi yang kita berikan. Ikhlas juga bukan berarti menerima saja perlakukan tidak senonoh orang lain. Ikhlas itu berkaitan dengan sikap mental ketika kita menerima penugasan atau kondisi-kondisi tertentu yang belum tentu sesuai dengan keinginan kita. Ini bisa berkaitan dengan jenis pekerjaan, lingkungan kerja, atau orang-orang yang bekerja dengan kita. Orang ikhlas itu jarang mengeluh. Tidak ada yang bisa kita dapatkan dari keluhan pada pekerjaan. Justru dengan keluhan itu hati kita semakin lelah. Produktivitas kita semakin rendah. Dan performance appraisal kita semakin payah. Maka marilah kita belajar untuk ikhlas menerima penugasan atau tuntutan kerja. Marilah belajar ikhlas pada lingkungan kerja dan orang-orang yang bekerja bersama kita. Lalu kita alokasikan energy yang biasa kita gunakan untuk mengeluh itu menjadi daya dorong bagi pencapaian dan prestasi tinggi kita.  Dan untuk bisa ikhlas, kita butuh rasa syukur. Mengapa? Karena keikhlasan dilahirkan dari rasa syukur atas setiap anugerah yang kita terima melalui pekerjaan yang kita dapatkan.

4.      Rasa syukur mendorong untuk berprestasi. Bayangkan Anda adalah orang yang memiliki ketiga indikator ini; bahagia, tabah, dan ikhlas. Apakah dengan ketiga indikator itu Anda bisa mencapai prestasi tertinggi di tempat kerja? Yes, tanpa keraguan sedikitpun. Mengapa? Orang-orang yang bahagia bekerja tanpa beban sehingga semua energy yang dimilikinya didedikasikan tanpa gangguan. Mereka yang tabah tidak mudah menyerah saat berhadapan dengan tugas-tugas sulit, melelahkan dan menantang. Sedangkan keikhlasan yang dimilikinya membuat mereka bersedia melakukan tugasnya dengan sepenuh hati sehingga tidak ada kesempatan, peluang, energy maupun dedikasi yang disia-siakan. Maka wajar jika orang yang bahagia, tabah dan ikhlas itu bisa melampaui kinerja kebanyakan orang. Dan kita sudah membahas dimuka bahwa, kebahagiaan ditempat kerja, ketabahan dalam menjalani pekerjaan, dan keikhlasan menerima keadaan dihasilkan dari rasa syukur kepada pekerjaan. Maka nyata sekali jika rasa syukur itu mendorong kita untuk berprestasi tinggi. Maka bersyukurlah atas pekerjaan Anda, karena dengan rasa syukur itu Anda bisa mengukir prestasi yang lebih tinggi lagi.

5.      Rasa syukur memberi lebih banyak nikmat. Guru kehidupan saya mengatakan jika Tuhan sangat menyukai orang-orang yang bersyukur sehingga Dia tidak segan-segan untuk menambah kenikmatan bagi mereka yang senang bersyukur. Boleh saja jika Anda mengira hal itu hanya berlaku untuk aspek-aspek spiritual yang langsung berhubungan dengan Tuhan. Tapi, coba bayangkan situasi ini. Anda mempunyai 2  anak buah. Yang pertama adalah si jago komplain, tukang mengeluh, dan tidak pernah puas atas apa yang Anda berikan kepadanya. Yang satu lagi adalah orang yang tahu berterimakasih, lalu membalas kebaikan Anda kepadanya dengan kesungguhan dalam bekerja, memberikan yang terbaik dari dirinya sehingga prestasinya selalu memuaskan Anda. Saya tidak perlu bertanya orang yang mana yang menjadi kesayangan Anda. Saya juga tidak perlu bertanya kepada siapa Anda akan memberi lebih banyak lagi. Sudah jelas sekali jika Tuhan menyukai orang-orang yang bersyukur. Atasan atau pemilik perusahaan tempat kita bekerja juga demikian. Maka rasa syukur kita kepada pekerjaan, benar-benar memberi kita lebih banyak lagi. Mungkin penghasilan. Mungkin kesempatan. Mungkin kepercayaan. Atau mungkin, hal-hal lain yang tidak pernah kita bayangkan.

Pekerjaan merupakan salah satu anugerah terbesar dalam hidup. Dengan pekerjaan, bukan saja kita mendapatkan nafkah untuk memenuhi kebutuhan fisik belaka. Dengan pekerjaan, kita bisa mendapatkan ketentraman jiwa dan ketenangan hati. Pekerjaan juga memberi kita kebanggaan dihadapan orang lain. Bisa jadi pekerjaan kita tidak gampang untuk dijalani. Bisa jadi juga pekerjaan kita tidak selalu menyenangkan. Mungkin pekerjaan kita belum menghasilkan imbalan yang tinggi. Tapi percayalah, memiliki pekerjaan itu jauh lebih baik daripada kondisi sebaliknya. Maka bagaimanapun juga, pekerjaan yang hari ini kita miliki, sangat layak untuk kita syukuri.

Mari Berbagi Semangat!

Catatan Kaki:
Jangan menunggu kehilanggan dulu untuk benar-benar menyadari betapa berharganya pekerjaan yang kita miliki itu.

Silakan di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi tolong, jangan diklaim sebagai tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak berkurang karenanya.